Rabu, 27 Januari 2016

5 ALASAN DEMO TOLAK REKLAMASI 29 JANUARI 2016

    Masalah yang diperdebatkan oleh masyarakat Bali belakangan ini adalah Reklamasi di Bali Selatan. Hal ini yang menjadi masalah dikalangan Pemuda Bali maupun dikalangan masyarakat Bali pada umumnya.

    Banyak informasi yang beredar di Media Sosial yang membahas masalah ini . Entah kenapa menjadi permasalahan yang tanpa ujung dan pangkal. Banyak dari kalangan muda yang berkomentar jika Reklamasi berlanjut akan menjadi permasalah yang serius dikemudian hari.

Mungkin inilah alasan-alasan yang membuat kalangan muda serius menyikapinya.

1. Ancaman Abrasi

2. Hanya menguntungkan sebelah pihak

3. Profesi nelayan terancam

4. Pencemaran lingkungan akibak limbah

5. Pulau Bali rentan bencana

Masyarakat bali merencanakan tanggal 29 januari 2016 melakukan Demo, yang diikuti oleh relawan-relawan baik itu muda maupun tua. 

Ada yang unik untuk penolakan Reklamasi ini, masyarakat "Krama Bali USA" (Pekerja Bali di Amerika) ikut mendukung penolakan Reklamasi ini. Mereka memiliki alasan jika Reklamasi berlanjut, akan membuat Bali semakin Pudar dimata Dunia. Hal itulah yang mendorong mereka untuk berpatisipasi dalam penolakan Reklamasi ini.

Senin, 25 Januari 2016

ORANG PERTAMA YANG MEMPERKENALKAN PARIWISATA BALI KESELURUH DUNIA

Kalau pada zaman Romawi orang melakukan perjalanan wisata karena kebutuhan praktis, dambaan ingin tahu dan dorongan keagamaan, maka pada zaman Hindu di Nusantara / Indonesia khususnya di Bali telah terjadi pula perjalanan wisata karena dorongan keagamaan. 

Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11 kemudian Dang Hyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rawuh) pada abad ke 16 datang ke Bali sebagai misi keagamaan dengan titik berat pada konsep Upacara. 

Perjalanan wisata internasional di Bali telah dimulai pada permulaan abad 20 dimana sebelumnya bahwa Bali diketemukan oleh orang Belanda tahun 1579 yaitu oleh ekspedisi (Cornellis de Houtman) dalam perjalanannya mengelilingi dunia untuk mencari rempah-rempah lalu sampai di Indonesia. 

Dari Pulau Jawa misi tersebut berlayar menuju ke Timur dan dari kejauhan terlihatlah sebuah pulau yang merimbun. Dikiranya pulau tersebut menghasilkan rempah-rempah. Setelah mereka mendarat, mereka tidak menemukan rempah-rempah. 

Hanya sebuah kehidupan dengan kebudayaannya yang menurut pandangan mereka sangat unik, tidak pernah dijumpai di tempat lain yang dikunjungi selama mereka mengelilingi dunia, alamnya sangat indah dan mempunyai magnet/daya tarik tersendiri. Pulau ini oleh penduduknya dinamakan Bali. Inilah yang mereka laporkan kepada Raja Belanda pada waktu itu. 

Kemudian pada tahun 1920 mulailah wisatawan dari Eropa datang ke Bali. Hal ini terjadi berkat dari kapal-kapal dagang Belanda yaitu KPM (Koninklijke Paketcart Maatsckapy) yang dalam usahanya mencari rempah-rempah ke Indonesia dan juga agar kapal-kapal tersebut mendapat penumpang dalam perjalanannya ke Indonesia lalu mereka memperkenalkan Bali di Eropa sebagai (the Island of God). 

Dari para wisatawan Eropa yang mengunjungi Bali terdapat pula para seniman, baik seniman sastra, seniman lukis maupun seniman tari. Dalam kunjungan berikutnya banyak para seniman tersebut yang menulis tentang Bali seperti : 

Seniman Sastra 

Dr Gregor Krause adalah orang Jerman yang dikirim ke Wetherisnds East Idies (Indonesia) bertugas di Bali pada tahun 1921 yang ditugaskan untuk membuat tulisan-tulisan dan foto-foto mengenai tata kehidupan masyarakat Bali. Bukunya telah menyebar ke seluruh Dunia pada tahun 1920 yang bersangkutan tinggal di Bangli. 
Miguel Covarrubias dengan bukunya the Island of Bali tahun 1930 
Magaret Mead 
Collin Mc Phee 
Jone Bello 
Mrs Menc (Ni Ketut Tantri) dengan bukunya Revolt In Paradise 
Roelof Goris dengan bukunya Prasasti Bali menetap di Bali tahun 1928 
Lovis Conperus (1863-1923) dengan bukunya Easwords (Melawat ke Timur) memuji tentang Bali terutama Kintamani. 
Seniman Lukis 

R. Bonet mendirikan museum Ratna Warta 
Walter Spies bersama Tjokorde mendirikan yayasan Pita Maha. Disamping dikenal sebagai pelukis ia juga mengarang buku dengan judul Dance dan Drama in Bali. Pertama kali ke Bali tahun 1925. 
Arie Smith yang membentuk aliran young artist 
Le Mayeur orang Belgia mengambil istri di Bali tinggal di Sanur tahun 1930 dengan Museum Le Mayeur di Bali 5. Mario Blanco orang Spanyol juga seorang pelukis beristrikan orang Bali dan menetap di Ubud. 
Dan banyak lagi seniman baik asing maupun Nusantara disamping menetap, mengambil obyek baik lukisan maupun tulisan mengenai Bali. Dan tulisan-tulisan mengenai Bali mulai tahun 1920 sudah menyebar keseluruh Eropa dan Amerika. 

Para Wisatawan asing yang sudah pernah ke Bali lalu menceritakan pengalaman kunjungannya selama di Bali kepada teman-temannya. Penyebaran informasi mengenai Bali baik karena tulisan-tulisan tentang Bali maupun cerita dari mulut ke mulut menyebabkan Bali dikenal di manca negara. Bahkan sampai saat ini nama Bali masih lebih dikenal umum dibandingkan dengan nama Indonesia di mancanegara. 

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka penyebaran informasi mengenai daerah tujuan wisata (DTW). Bali selalu mengutamakan nama Indonesia, baik itu penyebaran informasi melalui brosur-brosur maupun pada pameran-pameran yang diadakan di negara asing. Sehingga dengan demikian diharapkan nama Indonesia lebih dikenal dan dipahami bahwa Bali adalah salah satu propinsi yang ada di Indonesia dan merupakan bagian dari Indonesia, bukan sebaliknya. 

Untuk menampung kedatangan wisatawan asing ke Bali maka pada tahun 1930 didirikanlah hotel yang pertama di Bali yaitu Bali Hotel yang terletak di jantung kota Denpasar, disamping itu juga ada sebuah pesanggrahan yang terletak di kawasan wisata Kintamani. 

Pesanggrahan sangat strategis untuk dapat melihat pemandangan alam Kintamani yang unik dan mempunyai daya tarik tersendiri di mata wisatawan, bahkan pesanggrahan tersebut sangat strategis untuk menyaksikan saat Gunung Batur meletus maupun mengeluarkan asap. 

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, saat Gunung Batur meletus banyak roh-roh halus menyebar di sekitar Kintamani, karena itu masyarakat setempat membuat upacara agar ketentraman Desa terpelihara. 

Pada saat Gunung Batur meletus pada tahun1994 yang lalu kawasan Kintamani makin banyak dikunjungi wisatawan yang ingin menyaksikan atraksi kegiatan Gunung Batur. Dan masyarakat setempat pun kebagian rezeki dari kunjungan tersebut. 

Nama Bali makin terkenal setelah pada tahun 1932 rombongan Legong Peliatan melanglang buana ke Eropa dan Amerika atas prakarsa orang-orang asing dan pada tahun berikutnya makin banyak saja seni tari Bali yang diajak melanglang buana ke mancanegara. Selama pementasan selalu pertunjukan tersebut mendapat acungan jempol. 

Tempo dulu




Tempo sekarang



Makin terkenalnya nama Bali di mancanegara, kunjungan wisatawan asing makinbanyak datang ke Bali. Berbagai julukan diberikan kepada Bali antara lain : 

The Island of Gods 
The Island of Paradise 
The Island of Thousand Temples 
The Morning of The World oleh Pandit Jawahral Nehru 
The Last Paradise on Earth dan lain sebagainya. 
Kesemarakan Pariwisata Bali pernah terhenti karena meletusnya Perang Dunia I tahun 1939 - 1941 dan Perang Dunia II tahun 1942-1945 dan dilanjutkan dengan Revolusi Kemerdekaan RI tahun 1942-1949. 

Baru pada tahun 1956 kepariwisataan di Bali dirintis kembali. Pada tahun 1963 didirikan Hotel Bali Beach (Grand Bali Beach sekarang) dan diresmikan pada bulan November 1966. Hotel Bali Beach (Grand Bali Beach) mempunyai sejarah tersendiri dimana merupakan satu-satunya hotel berlantai 9 (sembilan) tingginya lebih dari 15 meter. 

Hotel ini dibangun sebelum ada ketentuan bahwa bangunan di Bali maksimal tingginya 15 meter, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk. I Bali tanggal 22 November 1971 Nomor 13/Perbang. 1614/II/a/1971. Isinya antara lain bahwa bangunan di Daerah Bali tingginya maksimal setinggi pohon kelapa atau 15 meter. 

Hotel Bali Beach dibangun atas biaya dari rampasan perang Jepang. Hotel tersebut pernah terbakar pada tanggal 20 Januari 1993, pada saat hotel tersebut terbakar terjadi keanehan yaitu kamar nomor 327, satu-satunya kamar yang tidak terbakar sama sekali. 

Setelah Hotel Bali Beach diresmikan pada bulan November 1966 maka bulan Agustus 1969 diresmikan Pelabuhan Udara Ngurah Rai sebagai pelabuhan internasional. Kepariwisataan di Bali dilaksanakan secara lebih intensif, teratur dan terencana yaitu ketika dimulai dicanangkan Pelita I pada April 1969. 

BUDAYA BALI UNTUK GENERASI KU

Dari banyaknya pulau yang tersebar di Nusantara, Bali merupakan pulau yang paling terkenal, bahkan lebih dikenal dibanding Indonesia sendiri. Pertanyaan “Indonesia di sebelah mana Bali?” walaupun terkesan sebagai ‘lawakan’, tapi begitulah kenyataan.


 Dengan luas wilayah hanya 5.561 km2, atau 0,3 persen dari keseluruhan luas negara, Bali merupakan salah satu provinsi terkecil di Indonesia. Peradaban mencatat bahwa Bali memiliki mikrokosmos yang luar biasa, epitom yang istimewa tentang alam, sejarah, kesusasteraan, legenda, agama, seni, arsitektur dan manusianya itu sendiri.

Di sebelah barat, Bali dipisahkan dengan Pulau Jawa oleh Selat Bali dan di sebelah timur, dipisahkan dengan Pulau Lombok oleh Selat Lombok. Pulau ini terletak di atas dua lempengan tektonik yang saling tumpang tindih, dan didominasi oleh sederetan puncak gunung berapi dengan ketinggian di atas 2.000 meter. Gunung Agung—masih aktif, dengan ketinggian 3.140 meter—merupakan yang tertinggi.

“Pantai Bali”


Bali juga menjadi rantai terakhir dari jajaran pulau-pulau tropis garis imajiner yang menandai pemisahan zona ekologi Asialis dan Australasia. Di sebelah timur, sepanjang selat Lombok yang memisahkan Pulau Bali dengan Pulau Lombok, konon ada garis imajiner yang membedakan flora dan fauna dari sub-tropis berganti menjadi beragam flora dan fauna Australasia. Di satu sisi tanah hijau subur, di sisi lain tanah coklat; di satu sisi terdapat kera, dan tupai, di sisi lain terdapat komodo dan kakatua.

Garis imajiner pemisah Australasia dengan Asialis adalah Garis Wallace— antara Borneo dan Sulaweis; antara Bali di barat dan Lombok di timur. Tapi garis ini kemudian sedikit dikoreksi dan digeser ke daratan Pulau Sulawesi oleh Weber; Garis Weber.

Pulau para Dewa ini dibelah oleh sungai, kanal, dan juga ngarai yang diselimuti hutan. Lembah dan bukitnya diwarnai hamparan padi. Ujung pantai-pantai yang indah, dengan danau-danau yang mengisi sisa kawah. Pemandangan alam pulau ini memperlihatkan sebuah tempat yang hampir memadukan khayalan dengan kenyataan. Jangankan manusia, Dewa pun pasti menganggapnya surga.

Jumlah keseluruhan penduduk Bali mencapai tiga juta jiwa lebih, meliputi unsur Hindu mayoritas dan unsur Bali Aga minoritas. Yang terakhir kerap dianggap sebagai penduduk Asli Bali; status minoritas mereka merupakan akibat dari perpindahan penduduk Jawa sejak abad ke-10. Sekarang kelompok-kelompok kecil masyarakat Bali Aga dapat ditemui terutama di bagian timur pulau ini.

Pada abad ke-15 Masehi, ketika kerajaan Majapahit dikalahkan oleh kekuatan kerajaan Islam Demak, ratusan orang Jawa-Hindu dari berbagai kelompok; bangsawan, cendekiawan, rohaniwan, seniman, dan rakyat biasa yang notabennya orang-orang setia Majapahit kemudian ramai-ramai mengungsi ke pulau Bali.

Keyakinan

“Menuju Pura untuk Perayaan Odalan”


Keyakinan orang Bali merupakan fenomena kompleks yang dilandasi berbagai aspek; Hindu, Siwa, Buda dan berpadu dengan tradisi leluhur. Oleh karena itu penyembahan roh-roh halus, nenek-moyang, dan unsur-unsur alam digabungkan dengan ajaran Hindu. Dalam beberapa kasus upacara adat dan ritual keagamaan terdapat perbedaan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Sebagian besar orang bali, hampir 95 %, beragama Hindu, walaupun Hindu yang berbentuk sinkretis; Hindu-Bali atau kadang disebut juga Hindu Dharma.

“Ritual Upacara di Pura Besakih”


Salah satu upacara penting di Bali adalah pengabuan. Selama upacara ini berlangsung, gamelan, tarian, dan sesajen menyertai arak-arakan dengan sebuah “menara yang dihias” diarak dari rumah duka ke tempat pengabuan. Adat yang rumit ini sudah agak terkikis dengan berlalunya waktu, walaupun masih berfungsi sebagai daya tarik wisata.

Dalam alam keyakinan orang Bali, gunung Mahameru atau Meru mempunyai kedudukan istimewa. Mahameru menggambarkan arti penting sebagai inti dari kehidupan; dari sanalah para Dewa mengatur kehidupan di Bumi. Gunung sebagai kosmos bahkan menjadi unsur yang dominan dalam keyakinan dan arsitektur mereka.

Bagian penting dari ritual keagamaan yang berhubungan dengan gunung di Bali, adalah upacara yang dilakukan di gunung Agung, Sebagai gunung tertinggi dan dianggap sebagai ‘pusat bumi’. Di kaki gunung Agung terdapat Pura Besakih. Selain perayaan dan upacara tahunan yang diatur oleh kalender keagamaan, di Pura ini juga digelar upacara untuk penyucian alam semesta yang disebutEka Dasa Rudra, setiap 100 tahun sekali.

Kosmologi dan simbolisasi gunung dalam arsitektur Bali dapat dilihat pada bentuk dan struktur arsitektur Candi atau karakteristik gerbang yang dibuat menyerupai menara ada yang berlekuk menyerupai dua bagian piramida yang terpisah dan menggambarkan dua bagian gunung, satu bagian gunung Agung dan lainnya perwujudan gunung Batur.

“Gapura Pura Besakih”


Simbol umum lainnya adalah meru; puluhan bahkan ratusan bangunan yang seperti pagoda itu berdiri di tempat-tempat suci, dan di pelataran candi. Banguan didirikan pada lapisan batu yang memiliki serangkaian bentuk atap menyerupai tumpang piramida itu ditutup oleh daun palem hitam. Jumlah sebelas, jumlah yang ditetapkan atas dasar keyakinan terkait dengan tatanan alam semesta.

Keyakinan, upacara, dan perayaan telah membimbing kehidupan orang Bali dari sejak dilahirkan hingga membentuk paduan yang mencerminkan karakter budaya masyarakatnya. Peraturan agama tidak hanya mengikat bentuk candi dan pura, tapi juga mengatur tata ruang desa, struktur rumah, dan sederet hak dan tanggung jawab dalam kehidupan mereka di Bumi ini; dari makan sampai menjelang tidur, dari berjalan hingga bertutur.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Desa merupakan jenis pemukiman utama di Bali. Setiap Desa dihuni oleh 200 sampai beberapa ribu orang. Di sekitar lapangan tengah desa terdapat kuren, kumpulan rumah keluarga yang dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Setiap kuren dihuni beberapa keluarga yang bersembahyang, memasak, dan makan bersama. Lapangan tengah desa merupakan tempat berkumpul penduduk desa yang menggunakannya untuk kegiatan budaya, pertemuan, sosialisasi, dan sebagainya.

Masyarakat Bali dikelompokkan dalam dua macam, Yang pertama—wangsa—didasarkan atas keturunan, yakni setiap orang dilahirkan sebagai kaum ningrat atau sudra (juga dikenal sebagai jaba,yang secara harfiah berarti orang luas istana). Kaum ningrat, berikutnya dibagi menjadi tiga kasta, yaitu pendeta-pendeta (brahmana) bangsawan-bangsawan yang berkuasa (satriya), dan prajurit-prajurit (wesya). Sebagian besar penduduk bali adalah sudra.

“Perempuan Bali Bergotong Royong”


Penanda sosial kedua didasarkan atas tempat tinggal seseorang dengan sistem banjar yang merupakan tulang punggung tatanan ini. Di setiap desa mungkin terdapat lebih dari satu banjar,setiap banjar meliputi anggota sekitar lingkungan desa. Sistem ini berpusat pada pria dan setiap pria Bali diwajibkan menjadi anggota suatu banjar,sedang wanitanya dilarang. Di dalam setiap banjar,seorang anggota dipilih sebagai ketua dan mendapat setidaknya beberapa hak istimewa seperti memperoleh tambahan nasi sewaktu perayaan tertentu. Sebenarnya, banjar berperan seperti koperasi, lengkap dengan dana bersama, dan bahkan kepemilikan sawah bersama.

Meskipun bergelut dengan hantaman globalisasi dan derasnya informasi, kebudayaan khas yang telah lama mengakar pada masarakat Bali tetap kokoh sebagai ciri khas mereka. Mungkin perubahan terjadi, tapi mereka sepertinya bisa menyelaraskannya kembali, beberapa ciri dan cara orang Bali dalam kehidupan sosial dan Budayanya sebagai berikut:

Jatakarma Samskara (Upacara Kelahiran). Berbagai persiapan harus dilakukan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, bahkan persiapan dimulai dari jauh waktu sejak bayi masih dalam kandungan ibu. Serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil misalnya: tidak boleh memakan makanan berasal dari hewan; tidak diperbolehkan memakan daging kerbau atau babi; jangan melihat darah atau orang yang terluka; tidak boleh melihat orang yang meninggal; dianjurkan untuk diam di rumah dengan upacara penyucian agar kelahiran bayi nantinya berjalan normal.

Bapak dari sang bayi harus dapat menghadiri kelahiran sang bayi dan menemani sang istri. Ketika sang bayi lahir, dulu, saat bayi lahir, sang bapak lah yang harus memotong ari-arinya dengan menggunakan pisau bambu. Ari-ari itu lalu disimpan dan nanti harus  dilingkarkan di leher sang bayi. Pada hari ke-21 setelah kelahiran, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti; gelang dari perak atau emas sesuai dengan kemampuan dan adat yang ada.

“Ritual Potong Gigi”


Mepandes (Upacara Potong Gigi). Upacara pada masa transisi dari anak-anak menuju masa selanjutnya yang dijalankan oleh masyarakat Bali adalah upacara potong gigi atau mepandes, yaitu mengikir dan meratakan gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuannya adalah untuk mengurangi sifat jahat atau buruk (sad ripu). Mepandes dilaksanakan oleh seorang sanggingsebagai pelaksana langsung dengan ditemani seorang Pandita (Pinandita).

Pawiwahan (Upacara Perkawinan). Upacara transisi lainnya adalah pernikahan atau Pawiwahan.Pawiwahan bagi orang Bali adalah persaksian di hadapan Sang Hyang Widi dan juga kepada masyarakat bahwa kedua orang yang yang akan menikah (mempelai) telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.

Dalam pelaksanaan pernikahan ini, akan terlebih dahulu dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya, ala-ayuning. Orang bali punya cara sendiri dalam menghitung hari dan tanggal baik sesuai dengan pertanggalan mereka, umumnya hari dan waktu yang baik ini dihitung oleh seorang ahli yang sangat mengerti perhitungan waktu dalam sistem penanggalan Bali. Hampir semua masyarakat masih mengenal sistem penanggalan Bali karena mereka dalam kesehariannya masih menggunakan kalender Bali.

Tempat melaksanakan pernikahan dapat dilakukan di rumah mempelai perempuan atau laik-laki sesuai dengan hukum adat setempat–desa, kala, patra)–yang Pelaksanaannya dipimpin oleh seorang Pendeta (Pinandita), Wasi dan atau Pemangku.

Ngaben (Upacara Kematian). Ngaben adalah upacara kematian pada masayarakat Bali yang dilakukan dengan cara kremasi. Ngaben merupakan rangkaian akhir dari roda kehidupan manusia di Bumi. Menurut ajaran Hindu, roh itu bersifat immortal (abadi), setelah bersemayam dalam jasad manusia, ketika manusia tersebut dinyatakan meninggal, roh akan be-reinkarnasi. Tapi sebelumnya, roh terlebih dahulu akan melewati sebuah fase di nirwana untuk disucikan; sesuai dengan catatan kehidupan selama di bumi (karma). Ngaben merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa yang telah lalu.

Oleh karena itu, orang Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir dari segalanya, kematian merupakan bagian dari fase kehidupan yang baru. Seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita,“akhir dari keidupan adalah kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan”.

Seni dan Berkesenian

"Pahat Patung"


Musik, Tarian, dan juga Patung adalah tiga bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi eksplorasi kreativitas seni masyarakatnya. Bali merupakan tempat lahirnya salah satu ragam gamelan yang mengagumkan. Dalam budaya Bali, gamelan sangat penting untuk kegiatan budaya-sosial, dan keagamaan mereka. Saat ini sedikitnya ada 20 jeneis ansambel berbeda di Pulau Bali. Sebagian besar berkait erat dengan seni pertunjukan; yang lain untuk mengiringi upacara keagamaan dan adat.

Suara gamelan Bali berdengung di seantero Pulau Bali; di pura, di kota, desa, alun-alun, di pasar, istana hingga panggung-panggung pentas dunia. Gamelan ditemani oleh instrumen musik lainnya seperti: gong, c saron, eng-ceng, gambang, dll. Komposisi instrumen gamelan dapat berubah sesuai dengan wilayah dan jenis pertunjukan-pertunjukkan yang digelar.

Selain seni musik, tarian-tarian khas Bali merupakan seni pertunjukkan yang menarik perhatian. Tari Bali tidak selalu memiliki alur. Tujuan utama penari adalah melakukan setiap tahap gerak dengan ungkapan penuh. Keindahannya terutama terletak pada dampak visual dan kinestesis gerak yang mujarad dan digayakan. Beberapa contoh terbaik dari tarian mujarad atau abstrak ini adalah Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong.

Di Bali terdapat berbagai jenis tarian dengan fungsi yang berbeda-beda misalnya untuk upacara-upacara keagamaan, menyambut tamu, pertunjukkan drama atau musikal, dan masih banyak lagi. Tari Pendet, Gabor, Baris, dan Sanghyang berperan penting dalam kegiatan keagamaan dan digolongkan jenis tarian suci (wali) atau tarian upacara, sedangkan Legong ditarikan dalam acara yang tidak memiliki kaitannya dengan keagamaan. Tari-tari ini diiringi gamelan pelog–gamelan gong kebyar– dengan berbagai gubahan dan sususan anda.

“Tari Legong"


Tari Pendet dan Tari Gabor merupakan tarian selamat datang, ungkapan kegembiraan, kebahagiaan, dan rasa syukur melalui gerak indah dan lembut. Tarian ini dilakukan oleh sepasang atau sekelompok penari. Paa masa lalu, kedua tari ini meupakan tarian yang digelar di pura untuk menyambut dan memuja dewa-dewi yang berdiam di pura selama upacara odalan.

Tari Legong kerap dianggap sebagai lambang keindahan Bali. Ciri khas tarian ini adalah penarinya membawa kipas. Keindahan tarian Legongi terletak pada hubungan selaras antara penari dan gamelan.

Gamelan yang mengiringi tari Legong adalah Gamelan Semar Pagulingan. Beberapa Lakon yang biasa dipentaskan dalam Legong bersumber pada cerita rakyat milsanya cerita Malat yang mengkisahkan Prabu Lasem, cerita Kuntir dan Jobog yang mengkisahkan Subali Sugriwa, kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa, dan lain sebagainya.

Selain tari Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong, tarian lainnya yang tak kalah terkenal adalah tari Kecak, juga tari Jauk.

Jawaban dan Tantangan

Kekayaan dan keindahan budaya Bali, telah diwariskan dengan cukup baik dan dilestarikan oleh para generasi penerusnya. Hal ini tentu saja menjadi jawaban yang luar biasa bagi daerah lainnya di Indonesia. Mensinergikan kehidupan modern tanpa menyisihkan kearifan lokal yang menjadi jati diri bangsa.

Hal lainnya yang dapat menjadi jawaban dari Bali adalah visi mereka yang menginspirasi setiap jiwa untuk mencintai dan memuliakan budaya sendiri tanpa harus malu. Kreativitas manusia Bali dalam berbagai bidang seperti: teknik membuat patung, tarian, arsitektur, musik dan berbagai ekspresi kesenian lainnya, dengan percaya diri mereka perlihatkan ke hadapan dunia.

Meski pariwisata menjanjikan sebagai pendorong ekonomi, namun dalam beberapa dasawarsa terakhir perlahan namun pasti telah menimbulkan beberapa masalah, terutama berupa penurunan lingkungan, pengikisan tradisi, inflasi, serta peningkatan kejahatan. Bali bahkan menjadi pintu gerbang bagi hal-hal yang “berbahaya”. Ini adalah tantangan bali, baik sekarang maupun di masa depan.

Rabu, 20 Januari 2016

TIDAK BOLEH MEMBUAT GEDUNG DI BALI

     Dari beberapa orang yang saya temui, ada pertanyaan yang menurut saya menarik yaitu tentang alasan mengapa "tidak boleh membuat gedung di Bali". Mereka mendapatkan alasan yang simpang siur serperti jika bangunan dibuat terlalu tinggi akan lebih berbahaya jika ada petir ketika hujan. Kedua karena tempat sembahyang umat hindu berada jauh dibawah gedung jadi, itu tidak sopan. Ketiga, ada juga yang berkomentar mengatakan bahwa tidak ada gedung untuk umat Hindu di Bali sebab untuk apa membuat gedung orang profesi orang Bali lebih banyak di sawah. Menurut saya orang-orang yang berkomentar seperti itu ada benarnya dari segi bidaya, namun apakah jawaban sesungguhnya???


     Taukah anda jika Devisa terbesar Indonesia adalah berasal dari pulau Bali! Menurut saya untuk membangun gedung yang tinggi tidaklah sulit. Jadi bukan alasan yang tepat jika alasan karena profesi orang bali tidak mampu untuk membuat gedung. Jika kita kembali kepada masalah budaya dan tradisi, untuk apa membuat gedung jika didalam budaya orang bali tidak mengharuskan untuk membuat gedung? 


     Gedung hanyalah bangunan besar yang ditujukan kepada orang-orang yang berprofesi di bidang perkantoran saja dan tidak ada sangkut-pautnya dengan budaya. Berbeda dengan Hotel ataupun Penginapan, yang berjuan untuk memberi layanan kepada pariwisata yang berkunjung ke Bali. Hal itu sudah jelas erat kaitannya dengan budaya orang bali yang berkecimpung di bidang pariwisata. 

     Kembali kepada bahasan pertama, "Kenapa tidak boleh membuat gedung tinggi di Bali???" Jawabannya adalah Pulau Bali ini memang memiliki segudang alasan yang membuat banyak orang penasaran. Salah satu alasan tersebut adalah tidak adanya gedung yang tinggi bahkan gedung pencakar langit.


Saya dulu juga sangat penasaran dengan hal tersebut. Apakah di benak anda pernah terfikir mengapa di Bali susah sekali menemukan gedung yang tinggi? Segala sesuatu yang terjadi pasti memiliki alasan dan hal ini pun demikian.

     Seperti yang diketahui sejak tahun 1971 ditetapkanlah peraturan tinggi gedung maksimal 15 meter, atau tidak boleh lebih tinggi dari pohon kelapa. Hal ini tak ubahnya untuk menjaga kelestarian arsitektur Bali serta menjadi “benteng” dari budaya Bali. Namun ada satu-satunya gedung yang melebihi tinggi dari pohon kelapa, yaitu “Hotel Bali Beach”. Mengapa Demikian? Hotel Bali Beach ternyata dibangun sejak tahun 1966, dimana peraturan tinggi gedung waktu itu masih belum ada.

     Dalam hal ini, saya mendapatkan kekurangan dari peraturan yang sudah ditetapkan. Penduduk luar yang menetap ke Bali akan semakin banyak, satu-satunya solusi adalah membuat gedung yang tinggi. Jika tidak, maka luas tanah atau persawahan yang akan menjadi korban pembuatan perumahan yang semakin meledak. Nah sekarang kita harus bijaksana dalam menanggapi hal ini, jika tidak kita sendiri yang akan mendapatkan kerugiannya. 

Berikan komentar anda jika ada hal yang kurang sesuai. Terima kasih.

Selasa, 19 Januari 2016

GREGET ORANG BALI

     "GREGET" yang tenar diungkapkan oleh kalangan "Facebooker" di Bali. 
Sesungguhnya saya pun belum memahami penuh arti dari "Ape Grebet Ci Mai???". Namun dibalik itu ada arti tersendiri yang membuat penonton atau pendengarnya tertawa terbahak-bahak. Saya sendiri pun ketika menonton video tersebut di Youtube sampai merasa lapar karena tenaga saya habis oleh tawa. Menurut saya itu sangat istimewa mungkin DADONG REROD pun ikut tertawa.
     
     GURUJI yang mendalangi skenario tersebut tampak antusias menghibur para penonton. Saya sendiri berfikir hal yang mereka lakukan merupakan amal besar untuk semua orang. Tak ada imbalan ataupun persyaratan yang mereka minta, hanya keikhlasan yang menyertai. Di lain sisi mungkin mereka memang BANYOL!!! Hahahaha... 

Contoh GREGET yang pernah saya lihat:

A: "STOP...!!! APE GREGET CI MAI?"
B: "DIBI CANG SIWA LATRI"
A:"TRUS ENGKEN???"
B: "CANG PUSPANGE JAK BANJARE"
A: "whehehehe... 
     
     Ini merupakan tindakan sosial yang bisa dilakukan oleh generasi muda bali, bukan kefanatikan atau keegoisan yang mendasar tapi kebersaman yang menghargai perbedaan. Untuk apa berdusta jika hatipun berkata tidak. 

     Saya sempat mendengar info jika mereka akan membuat episode selanjutnya dengan tema yang berbeda namun dengan GREGET yang lebih KEREN. 
Untuk itu generasi muda bali bisa melirik GURUJI DKK, karena mereka merupakan sebagian kecil generasi Bali. Oleh karena itu alangkah indahnya jika kekerasan disingkirkan sementara untuk merasakan betapa nikmatnya kebersamaan!!! Betul tidak???

     Mlajah ngae postingan, amen pelih de pedih, amen beneh upahin... hehehhe
 "Hidup GURUJI... HIDUP HUEUJI... HIDUP GURUJI...!!!!"
   Sekian dan terima Kasih.....